May 22, 2013

Ciblek, tukang (n)dhagel sekang Banyumas

[tweet]

Jeneng asline Sulastri, kelairan taun 1973 asal Selanegara Sumpiuh, Banyumas.

Ciblek kuwe paraban sekang cilik-cilik betah melek #ciblek

Yu Ciblek nduwe karakter khas ngeyelan, cowag, ladak, lan pating pecothot omongane #ciblek

Yu Ciblek tau manggung bareng karo dhalang terkenal kaya Dhalang Gino, Enthus, Djoko Edan, uga Dhalang Ki Manteb.

Tekade Yu Ciblek kepengin dadi generasi peneruse seniman Banyumas Peyang Penjol – Suliyah #ciblek

 

April 30, 2013

Jacob Salatun #LAPAN #tokohBanyumas

[tweet]

Jacob Salatun adalah perencana berdirinya Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN) #tokohBanyumas

dan menjadi salah seorang Tokoh Dirgantara Indonesia #JSalatun #LAPAN

lahir di Banyumas 29 Mei 1927, dan meninggal di Jakarta 3 Februari 2012 pada umur 84 tahun #JSalatun #LAPAN

menjadi Menteri Perindustrian Penerbangan pada Kabinet Dwikora III di pemerintahan Presiden Soekarno #JSalatun #LAPAN

#JSalatun mengukuhkan dirinya sebagai perintis bidang angkasa luar di Indonesia melalui #LAPAN

beliau adalah bagian dari orang yang percaya atas keberadaan UFO #JSalatun #LAPAN

April 26, 2013

Margono Djojohadikusumo #tokohBanyumas

[tweet]

Kita mengenal cikal bakal Bank Rakyat Indonesia (BRI) didirikan oleh seorang tokoh dari Purwokerto bernama Raden Aria Wirjaatmadja

Bank Negara Indonesia (BNI) 1946 juga didirikan oleh tokoh dari Purwokerto, beliau adalah Raden Mas Margono Djojohadikusumo

Lahir pada tanggal 16 Mei 1894 di Purwokerto, adalah cucu buyut dari Panglima Banyakwide pengikut setia dari Pangeran Diponegoro

Merupakan orang tua dari Begawan Ekonomi Indonesia, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo

juga kakek dari politikus dan mantan Danjen Kopassus dan Pangkostrad, Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto

BNI didirikan dan dipersiapkan mjd Bank Sirkulasi atau Bank Sentral yang bertanggung jawab menerbitkan dan mengelola mata uang RI

Bank ini didirikan pada tanggal 5 Juli tahun 1946

Beberapa bulan setelah pendiriannya, BNI mulai mengedarkan alat pembayaran resmi pertama – Oeang Republik Indonesia atau ORI

April 25, 2013

R. Aria Wirjaatmadja #tokohBanyumas #namaJalan

[tweet]

Raden Aria Wirjaatmadja adalah perintis berdirinya Bank di Indonesia, yaitu Bank Rakyat Indonesia #tokohBanyumas.

Nama tersebut diabadikan mjd salah satu jalan utama di Purwokerto, dan sekarang lebih dikenal sebagi Jalan Bank.

Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi Purwokerto, guna melayani orang-orang berkebangsaan Indonesia (pribumi).

Lembaga tersebut berdiri tanggal 16 Desember 1895, yang kemudian dijadikan sebagai hari kelahiran BRI.

April 25, 2013

Margono Soekarjo #tokohBanyumas

[tweet]

Prof. Dr. Margono Soekarjo adalah dokter pribumi pertama yang diakui oleh pemerintahan Hindia Belanda #tokohBanyumas

Beliau menekuni spesialis bedah, guru ahli bedahnya adalah Prof. Lesk, dan Margono menjadi murid pertamanya #MargonoSoekarjo

Lahir di Sokaraja Purwokerto Kabupaten Banyumas pada hari Senin Wage 29 Maret 1897 #MargonoSoekarjo

Penghargaan tertinggi yang diberikan Pemerintah Indonesia kepadanya adalah Pisau Bedah Emas #MargonoSoekarjo

Memiliki istri keturunan Austria, dokter ahli kulit bernama Ny. Brand #MargonoSoekarjo

Beliau meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 8 Oktober 1970, dalam usia 73 tahun #MargonoSoekarjo

April 20, 2013

Sugeng Wiyono, Kolektor Foto Banyumas

Inilah sosok Bapak Sugeng Wiyono (foto diambil pada saat acara Sarasehan Setupamas di Pendapa Duplikat Si Panji Banyumas 12 April 2013 oleh Banyumase), seorang kolektor foto lama terbanyak ke-2 di Indonesia dengan koleksi sekitar 5.000 (lima ribu)  foto tempo dulu terutama di daerah Banyumas.

Tubuhnya tinggi kurus, rambut dan kumisnya memutih semua. Dengan pakaian yang selalu terlihat sederhana namun rapi, rambut dibiarkan memanjang sebahu dan kacamata tebal selalu melekat di wajahnya. ”Saya memiliki 120 helai foto khusus Banyumas dan 400-an helai foto Jakarta tempo dulu” tuturnya memulai perbincangan. Koleksi tertua yang dia miliki dibuat pada 1843, yaitu foto pembukaan Jalan Banyumas Buntu (sekitar 12 km).

Warga Jalan Gunung Slamet XI/44 Perumahan Purwosari Purwokerto itu mendapatkan foto bersama tersebut di tempat rombengan (barang bekas) di Pasar Senen, Jakarta pada 1964. Saat itu dia jalan-jalan mencari benda kuno dan menemukan foto tersebut. Setelah diteliti, dalam teks Babad Banyumas tulisan RA Wiriatmadja (25 OKtober 1898) tertulis Gedung Karesidenan Banyumas dibangun pada 1843.

Dia juga memiliki foto kepindahan Pendapa Sipanji dari Banyumas ke Purwokerto pada 7 Januari 1937. Koleksi foto prosesi pemindahan itu ada 12 helai, mulai dari pemberangkatan di Banyumas sampai saat masuk ke pendapa di Purwokerto. Foto-foto itu dia peroleh dari Ibu Wedana Gembul (Mas Cilik) pada 1978.

Sugeng juga menyimpan foto seniman musik keroncong Banyumas, yaitu R Soetedja (15 Oktober 1909 – 12 April 1960). Jika di Solo ada Gesang yang mencipta lagu ”Bengawan Solo”, di Banyumas ada R Soetejda yang mencipta lagu ”Di Tepinya Sungai Serayu”. Nama seniman itu diabadikan pada gedung kesenian di Jalan Gatot Soebroto. ”R Soetedja memiliki biola Stradivarious Paganini buatan Sewdia 1834 dan sekarang disimpan anaknya.”

Walau tak menyangkut sejarah pemerintahan, koleksi foto itu sangat bermanfaat. Ketika membuat film sejarah, sutradara yang ingin mengetahui pakaian orang pada zaman itu seperti apa, bagaimana motif batik yang dipakai pria dan wanita serta motif batik rakyat kebanyakan saat itu, dapat memanfaatkan foto koleksi Sugeng tersebut.

Sumber: http://www.suaramerdeka.com/harian/0505/18/ban04.htm

April 18, 2013

Kebisuan Jalan Dr Angka Dibalik Sejarah

Melintasi jalan dr. Angka di tengah kota Purwokerto, selalu terbersit sebuah pertanyaan. Siapakah dokter itu sehingga namanya harus diabadikan sebagai nama ruas jalan cukup utama di Purwokerto?

Terlepas dari nama dokter itu sendiri yang terdengar cukup aneh, karena dapat diartikan sebagai satuan hitung dalam matematika. Sekali menyebut jalan dr. Angka, hampir seluruh masyarakat yang mengenal Kota Purwokerto selalu mengasosiasikannya pada beberapa pusat hiburan malam dan hotel yang berdiri di jalan itu.

Namun di komplek pekuburan Pasarean Kaboetoeh, Kecamatan Sokaraja, Banyumas, pemilik nama itu bertepekur sunyi dalam sebuah nisan yang masih terawat bersih. Sebuah plakat namanya yang sangat sederhana, ditempatkan pada sisi paling bawah dari bangunan nisan.

“Di sini lah kakek kami disemayamkan” ujar Prastowo (62). Bersama Prastowo, hadir pula para cucu dari pendiri Boedi Oetomo yang didirikan pada 1908.

Kesunyian dalam persemayaman dokter itu ternyata menyimpan sebuah cerita sejarah yang sangat berarti bagi bangsa Indonesia, yaitu sebuah ikrar Kebangkitan Nasional yang usianya mencapai satu abad pada 20 Mei besok.

Prastowo menuturkan, mungkin sebelumnya tak ada yang mengenal siapa dokter Angka itu. Dalam buku Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa pun, nama dokter itu juga tak pernah dilekatkan sebagai pendiri Boedi Oetomo, selain Wahidin Soedirohoesodo, Raden Soetomo, dan Goenawan Mangoenkoesoemo.

“Kalau selama ini hanya tiga orang itu yang disebutkan, itu kan hanya persoalan politis”, ujar Prastowo tanpa menjelaskan apa alasan politis tersebut.

Namun dalam Paguyuban Pengemban dan Penerus Cita-Cita Boedi Oetomo, Prastowo mengatakan, para cucu Boedi Oetomo bersepakat akan terus berusaha mengemban cita-cita para pendiri Boedi Oetomo yang terdiri dari sembilan dokter yang bersekolah di Stovia, Batavia.

Kesembilan dokter itu adalah ketiga pendiri Boedi Oetomo yang telah dikenal luas, Radjiman Wedyodiningrat dan Soeradji Titonegoro yang pekuburannya dapat ditemukan di DI Yogyakarta , Mochamad Soelaiman di Purworejo, Goemberg dan Angka di Banyumas, beserta Sardjito di Ambarawa.

Selain sebagai pendiri, peranan Angka sendiri dalam kepengurusan pertama Boedi Oetomo, menurut dr Sudarmadji, cucu Angka lainnya, adalah sebagai seksi bendahara. “Dalam kepengurusan Boedi Oetomo, Angka menjabat sebagai seksi bendahara,”ujarnya.

Namun sebagai orang yang rendah hati, Sudarmadji menuturkan, kakeknya yang memiliki nama lengkap Anggoro Kasih itu tak pernah ingin didaftarkan sebagai pahlawan. “Namun sebagai cucu, saya ingin semangatnya tetap hidup,” katanya.

Selama ini, lanjutnya, semangat Boedi Oetomo telah terbenam dengan berbagai macam kepentingan politis. Hingga usianya yang satu abad pada tahun ini pun, semangat Boedi Oetomo masih juga ditunggangi untuk kepentingan politik tertentu. “Hanya pada 1948, semangat Boedi Oetomo dibangkitkan oleh Presiden Soekarno sebagai Kebangunan Nasional. Baru pada 1950, diubah lagi menjadi Kebangkitan Nasional,” katanya.

Adanya paguyuban yang beranggotakan para cucu pendiri Boedi Oetomo ini, menurut Sudarmadji, semangat Boedi Oetomo berusaha dibangkitkan kembali. Sebuah semangat yang bukan mengedepankan hingar bingar kehidupan malam di jalan dr Angka. Bukan pula semangat yang membuai para pemuda menjadi mabuk pada mimpi semu sebuah kehidupan hura-hura.

“Tapi sebaliknya, sebuah semangat untuk membangun bangsa. Sebuah semangat kebangkitan nasional, yang bisa dimulai dari mendirikan perpustakaan kecil di desa dan juga semangat untuk bangkit sebagai nasionalis sejati,” tuturnya.

Sumber: http://jawa.infogue.com/kebisuan_jalan_dr_angka_dibalik_sejarah

April 17, 2013

Gatot Soebroto #tokohBanyumas #NamaJalan

Jenderal Gatot Soebroto, lahir di Banyumas, 10 Oktober 1907 dan meninggal di jakarta 11 Juni 1962 pada usia 54 tahun adalah tokoh perjuangan militer Indonesia dalam merebut kemerdekaan dan juga Pahlawan Nasional.
Ia dimakamkan di Ungaran, Kabupaten Semarang. Pada tahun 1962, Gatot Soebroto dinobatkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional menurut SK Presiden RI No.222 tanggal 18 Juni 1962. Ia juga merupakan ayah angkat dari Bob Hasan, seorang pengusaha ternama dan mantan menteri Indonesia pada era Soeharto.

Setamat pendidikan dasar di HIS, Gatot Subroto tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, namun memilih menjadi pegawai. Namun tak lama kemudian pada tahun 1923 memasuki sekolah militer KNIL di Magelang. Setelah Jepang menduduki Indonesia, serta merta Gatot Subroto pun mengikuti pendidikan PETA di Bogor. Setelah kemerdekaan, Gatot Subroto memilih masuk Tentara Keamanan Rakyat TKR dan kariernya berlanjut hingga dipercaya menjadi Panglima Divisi II, Panglima Corps Polisi Militer, dan Gubernur Militer Daerah Surakarta dan sekitarnya.

Setelah ikut berjuang dalam Perang Kemerdekaan, pada tahun 1949 Gatot Subroto diangkat menjadi Panglima Tentara & Teritorium (T&T) IV I Diponegoro.

Pada tahun 1953, beliau sempat mengundurkan diri dari dinas militer, namun tiga tahun kemudian diaktifkan kembali sekaligus diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad).

Beliau adalah penggagas akan perlunya sebuah akademi militer gabungan (AD,AU,AL) untuk membina para perwira muda. Gagasan tersebut diwujudkan dengan pembentukan Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) pada tahun 1965.

Jasa dan nama besar Gatot Soebroto kemudian dijadikan nama jalan utama kota-kota di Indonesia.

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Gatot_Soebroto